UMMUL- MUKMININ
KHODIJAH BINTU KHUWAILID
“Jibril mendatangi Nabi shollallahu Alaihi wa Sallam seraya berkata: “Wahai Rasulullah, itu Khodijah datang kepadamu sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk-pauk, makanan dan minuman. Jika dia telah menemuimu, maka sampaikanlah salam kepadanya dari Robb-nya dan juga dariku, sampaikanlah kabar gembira kepadanya tentang sebuah rumah di surga, yang terbuat dari bambu, yang didalamnya tidak ada suara gaduh dan keletihan”
“Wanita penghuni surga yang paling utama ialah Khodijah bintu Khuwailid…”.
Wanita suci dan diberkahi
Khodijah tumbuh dengan akhlak yang utama dan adab yang mulia. Dia memiliki kehormatan, kemuliaan dan kesempurnaan yang terjaga, sehingga dia dikenal dengan julukan Ath-Thahirah (yang suci), wanita yang suci, di tengah para wanita Makkah pada masanya.
Khodijah, seorang berdarah biru yang suci. Tentu saja ini merupakan kemuliaan yang agung, karena dia mendapatkan julukan yang harum dan penuh barokah ini. Saat itu merupakan zaman yang dilumuri daki-daki Jahiliyah, sementara dia menghadirkan nilai sebagai seorang wanita yang sebenarnya.
Khodijah, wanita yang suci dilahirkan di Ummul-Qura’ pada tahun 68 sebelum Hijrah Nabawy, yang kira-kira sama dengan lima belas tahun sebelum Tahun Gajah (pada tahun 556 M).
Ibunya bernama Fatimah bintu Za’idah bin Al-Asham Qursyiyah, dari Bani Amir bin Lu’ay. Adapun bapaknya Khuwailid bin Asad bin Abdul-Uzza, termasuk pemuka Quraisy, yang meninggal saat Perang Al-Fijar.
Sebelum Khodijah menjadi Istri Rasulullah, khodijah adalah istri Abu Halah bin Zurarah At-Tamimy, yang meninggal dunia dan membuatnya janda. Kemudian dia dinikahi Atiq bin Abid Al-Mukhzumy, Kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW.
Setelah Khodijah berhubungan dengan Rasulullah, maka bintangnya semakin cemerlang dan keutamaannya semakin tampak menonjol, sehingga dia mengungguli semua wanita penduduk Makkah dan bahkan semua wanita di bumi.
Rasulullah SAW bersabda pada Anas bin Malik,
“Cukuplah bagimu dari para wanita semesta alam ini, yaitu Maryam putri Imran, Khodijah bintu Khuwailid, Fatimah bintu Muhammad dan Asiah Istri Fir’aun”. (At-Tirmidzy)
Khodijah juga memiliki kedudukan yang tinggi, Khodijah wanita yang suci ini menjadi contoh yang mengagumkan di antara wanita penduduk Makkah dalam hal kedudukan, kemuliaan dan harta. Khodijah adalah wanita yang sangat kaya, dia memiliki jaringan bisnis yang luas, memperkerjakan beberapa orang laki-laki untuk mengurus hartanya dan memutar roda perniagaannya. Hal ini seimbang dengan upah yang tidak sedikit, yang diserahkan kepada meraka. Ketika Khodijah mengetahui keberadaan seorang pemuda yang dapat dipercaya dan menjaga amanah yaitu Muhammad bin Abdullah, yang nasabnya ketemu pada Qushay bin Khilab. Sementara Khodijah memiliki pandangan yang tajam dan jitu serta firasat yang selalu tepat. Sebelumnya dia sudah tahu tentang Muhmmad dan dia juga aktif mendengar banyak cerita tentang beliau dari orang yang datang dan pergi.
Wanita Suci dan Pilihan
Abu Ja’far Ath-Thabary, Ibnu Katsir dan Ibnu Sayyidin-Nas menyebutkan dari ma’mar, dari Al-Imran Ibnu Syihab Az-Zuhry, dia berkata, "Setelah Rasulullah SAW dewasa dan mencapai usia matang, sementara beliau tidak memiliki harta yang banyak, maka Khodijah bintu Khuwailid mengupah beliau untuk berdagang ke pasar Hubasyah (di bilangan Tihamah)"
Khodijah wanita yang suci yang dapat merasakan kejujuran Muhammad SAW, amanah dan keluhuran akhlak beliau. Maka dangan senang hati dia memberi upah yang lebih kepada beliau. Ketika mencapai umur 25 tahun, maka beliau pergi ke Syam bersama pembantunya yang bernama Maisyarah untuk memperdagangkan harta khodijah, sehingga menghasilkan keuntungan berlipat ganda dari harta Khodijah. Setelah beliau merasa cukup maka beliau bersama kafilahnya kembali lagi ke Makkah untuk menyerahkan hartanya kepada Khodijah.
Setiba di Makkah, Maisyarah langsung bercerita tentang kemuliaan akhlak Muhammad SAW, kebagusan dan kebesaran amanat beliau. Bahkan dia juga menceritakan sinyal-sinyal nubuwah yang dapat ditangkap dan dapat disaksikan.
Wanita Suci dan pernikahan yang diberkahi
Para pemimpin dan pemuka Makkah ingin sekali menikahi Khodijah, namun dia menolak keinginan mereka itu karena di dalam hatinya dia menaruh hasrat tersendiri kepada muhammad SAW. Karena itu dia mengungkapkan isi hatinya itu kepada sahabatnya, Nufaisah binti Munyah. Maka Nufaisah menemui beliau dan menyinggung-nyinggung pernikahan dengan Khodijah.
“Wahai Muhammad, apa yang menghalangimu untuk menikah?” tanya Nufaisah.
“Aku tidak punya apa-apa untuk menikah,” Jawab beliau.
“Sekiranya engkau dianggap cukup dan engkau ditanya untuk menikah dengan wanita yang cantik, banyak hartanya dan terpandang, apakah engkau mau memenuhinya?” tanya Nufaisah.
“Siapa wanita itu?” tanya beliau.
“Khodijah,” jawab Nufaisah.
“Bagaimana mungkin hal itu dapat kulakukan?” tanya beliau.
“Serahkan urusan padaku!” kata Nufaisah.
“Kalau begitu aku akan melakukannya,” jawab beliau.
Nufaisah kembali kepada Khodijah dan menceritakan keberhasilan misi yang diembannya. Dia menyampaikan kesediaan Muhammad SAW untuk menikah dengannya. Maka Khodijah mengirim utusan untuk menemui pamannya, Amr bin Asad, agar dia menikahkannya dengan beliau, dan sang paman menyatakan kesediaannya. Beliau datang ke rumah Khodijah didiringi keluarga Abdul Mutholib. Paman Khodijah, Amr bin Asad, seorang lelaki yang sudah tua menerima lamaran itu, seraya berkata, “Dia adalah unta jantan yang tidak memiliki cacat”.
Jadilah Nabi Muhammad menikahi Khodijah dengan maskawin dua puluh anak lembu. Pernikahan itu ditandai dengan menyembelih hewan dan menjamu makan orang-orang. Saat menikah Khodijah berumur empat puluh tahun, sebuah usia matang untuk seorang ibu. Sedangkan Muhammad SAW berumur dua puluh lima tahun, usia sempurna untuk pemuda. Dalam pernikahan yang penuh barokah ini, Khodijah tampil sebagai istri yang setia dengan cintanya, sekaligus seorang ibu yang penuh kasih sayang dan berbakti.
Khodijah merupakan sosok yang paling baik dalam hal keshalihan, kemurahan hati dan sikap mementingkan orang lain. Hal ini terjadi ketika dia merasa bahwa suaminya menyukai Zaid bin Haritsah, Khodijah yang kemudian hadiahkan kepada beliau, sehingga hal ini mengangkat kedudukannya di mata beliau.
Allah telah menyempurnakan kebahagiaan kehidupan suami istri ini dengan kelahiran beberapa anak. Dia melahirkan Al-Qosim, hingga beliau dijuluki Abu-Qosim. Berikutnya dia melahirkan Zaenab, Ruqoyah dan Ummu Kaltsum. Ini terjadi sebelum nubuwah. Setelah nubuwah dia melahirkan Abdullah, yang juga dinamakan Ath-Thayyib dan Ath-Thahir. Antara dua anak ini hanya bertaut satu tahun. Dia sendiri yang menyusui anak-anaknya dan juga mempersiapkan sebelum kelahiran mereka.
Ibnu Abbas r.a menyebutkan anak-anak Rasulullah SAW dari wanita suci yang subur, Khodijah, dengan berkata, “Khodijah melahirkan bagi Rasulallah SAW dua anak laki-laki dan empat anak wanita, yaitu Al-Qasim dan Abdullah, Fatimah, Ummu Kaltsum, Zaenab dan Ruqayyah. Adapun Ibrahim dilahirkan dari Mariah Al-Qibthiyah r.a. Semua anak laki-laki beliau meninggal selagi mereka masih kecil dan bayi. Adapun semua putri beliau mendapati Islam dan masuk Islam serta Hijrah. Ruqayah dan Ummu Kulstum dinikahi Utsman Bin Affan r.a, Zaenab menjadi Istri Abdul-Ash bin Ar-Robi’ bin Abdi Syams, Fatimah menjadi Istri Ali Bin Abu Thalib.
Mereka meninggal selagi Rasulullah SAW masih hidup kecuali Fatimah, yang meninggal enam bulan sepeninggal beliau.
Wanita Suci dan Fajar Menyingsing
Nabi Muhammad SAW terkenal di tengah manusia karena perangai yang terhormat, bahkan mengungguli mereka semua, sehingga beliau dijuluki Al-Amin karena itu beliau terhimpun berbagai keadaan yang baik dan sifat-sifat yang diridhai. Khodijah menggambarkan perangai beliau dengan kata-kata kepada beliau, “Sesungguhnya engkau suka menyambung hubungan kerabat, membawa beban, memberi orang yang tidak punya, menjamu tamu dan menolong orang yang melakukan kebaikan”.
Semua penduduk Makkah sudah mengenal sifat-sifat Muhammad SAW. Mereka puas dengan kuputusan beliau, ketika terjadi perselisihan di antara mereka. Tapi beliau mehindari berbagai jenis kesesatan dan penyembahan yang mereka lakukan. Ketika mendekati usia empat puluh tahun, beliau lebih suka menyepi dan menyendiri di Gua Hira’. Beliau menghabiskan waktu untuk beribadah dan memikirkan alam penciptaanya, bahkan beliau berada di sana hingga beberapa malam.
Jika Khodijah bangun pagi hari, maka dia mencari-cari suaminya, namun tidak mendapatkannya. Maka dia pun tahu bahwa suaminya sedang menyendiri di gua Hira’. Namun begitu dia tidak menanyakannya sedikitpun. Hal ini menunjukkan intelegensinya yang tinggi, karena dia melihat keadaan diri beliau yang tidak dapat dilihat orang lain.
Mimpi yang benar merupakan sinyal pertama yang muncul dari cahaya nubuwah. Setiap mimpi beliau alami ialah seperti datangnya bias fajar yang menyingsing. Khadijahlah yang berperan menenangkan ketakutan beliau. Setiap kali beliau menemui sang istri yang suci, pintar dan tajam pikirannya, sambil membawa bayang-bayang ketakutan, sambil bersabda kepadanya, “Ketika aku sedang menyendiri, sering kudengar suara seruan. Demi Allah, aku khawatir sekiranya hal ini benar-benar merupakan urusan yang serius”, maka sang istri yang suci ini menenangkan beliau dengan berkata, “Aku berlindung kepada Allah. Allah benar-benar tidak akan melakukan yang demikian itu terhadap dirimu. Demi Allah, karena engkau adalah orang yang suka menyampaikan amanat, menyambung hubungan kekerabatan dan jujur dalam perkataan”.
Apa yang diucapkan Khodijah ini semacam firasat ilham, hingga menjadi sesuatu yang mendinginkan dan mendatangkan kesejahteraan bagi Rasulullah SAW, meringankan pengaruh ketakutan yang datangnya tiba-tiba pada diri beliau. Apa yang diucapkan Khodijah ini semacam bias cahaya yang muncul dari pengetahuannya tentang akhlak beliau, pengalaman yang dia jalani selama itu dan juga firasatnya dalam berbagai kondisi, yang dia tangkap dari hasil pengamatannya terhadap keadaan Muhammad SAW di tengah masyarakat yag memiliki sifat-sifat serba terpuji dan tutur kata yang indah.
Wanita Suci yang Berakal
Jibril turun sambil membawa firman Allah SWT,
“Bacalah dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantara qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Al-Alaq: 1-5)
Setelah turun wahyu ini, Khodijah memiliki peranan yang penuh berbarakah. Aisyah meriwayatkan:
“Rasulullah SAW pulang sambil membawa surat Al-Alaq ini, sementara hati beliau terguncang gemetaran Beliau menemui Khodijah bintu Khuwailid r.a, seraya bersabda ketakutan, “Selimutilah aku, selimutilah aku!”
Khodijah pun menyelimuti beliau hingga ketakutan beliau mereda. Lalu beliau bersabda kepada Khodijah, “Aku takut atas diriku”.
Khodijah berkata, “Sama sekali tidak. Demi Allah, Allah tidak akan menelantarkan engkau, karena engkau suka menyambung hubungan kekerabatan, membawa beban, memberi orang yang tidak punya, menjamu tamu dan menolong orang yang melakukan kebaikan”.
Lalu Khodijah pergi bersama beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul-Uzza, anak paman Khodijah. Dia pemeluk agama Nasrani semasa Jahiliyyah, menulis Al-Kitab dan Injil dalam bahasa Ibrani. Usianya sudah lanjut dan dia dalam keadaan buta.
“Wahai anak paman, dengarkan apa yang hendak disampaikan saudaramu ini”, kata Khodijah kepadanya.
“Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?” tanya Waraqah kepada beliau.
Maka Rasulullah SAW memberitahukan mimpi yang dilihatnya. Lalu Waraqah berkata, “Ini adalah An-Namus yang diturunkan Allah kepada Musa. Sekiranya saja aku masih muda dan masih hidup ketika kaummu mengusirmu”.
Beliau bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?”.
“Benar. Tak seorangpun datang sambil membawa apa yang engkau bawa itu melainkan dia dimusuhi. Jika aku masih mendapati harimu itu, tentu aku akan menolongmu dengan suatu pertolongan yang sungguh-sungguh”, kata Waraqah, dan tak seberapa lama setelah itu dia pun meninggal dunia.
Diriwayatkan bahwa Waraqah berkata kepada Khodijah pada saat itu,
"Ketahuilah Khodijah jika benar yang engaku katakan
Bahwa Muhammad itu adalah seorang rasul utusan
Jibril mendatanginya dan Mikail bersama dirinya
Dari Allah membawa roh yang melapangkan dada."
Wanita Suci dan Orang yang Pertama Kali Membenarkan
Dalam barisan iman yang pertama dalam kancah Islam yang terdepan, Khodijah tampil sebagai orang yang beruntung karena derajat yang tinggi sebagai urutan orang yang pertama beriman, sehingga dia berhak mendapatkan sebutan yang agung ini.
Khodijah adalah orang yang pertama kali beriman dan membenarkan Rasulullah SAW, orang yang pertama kali mendengar wahyu yang diturunkan dari sisi Dzat Yang Bijaksana, yang disampaikan langsung oleh mulut Rasulullah SAW yang mulia.
Keislamannya merupakan keislaman fitrah yang suci, bersih dan jernih, yang dapat menangkap bias ilham hingga menjadi cahaya yang sebenarnya. Allah telah menganugrahinya akal yang cerdas yang jarang ada tandingannya dalam sejarah kaum wanita.
Khodijah adalah orang yang pertama membenarkan, golongan orang yang beriman, yang sama sekali tidak dimiliki siapa pun selainnya. Dia memiliki keutamaan-keutamaan yang tidak dapat disamai oleh orang lain yang datang kemudian. Bagaimana mungkin disamai orang lain sedangkan dia memiliki kedudukan yang agung di sisi Rasulullah, dia beriman kepada beliau ketika semua manusia kufur, dia membenarkan beliau ketika semua orang mendustakan, dia serahkan harta dan dirinya kepada beliau dan Allah menganugrahkan anak-anak darinya? Allah meridhoinya dan membuatnya ridho.
Wanita yang Suci dan Rumah yang Penuh Barakah
Dari rumah Khodijah, wanita yang suci inilah memancar cahaya Islam. Dari tempat itulah beliau menyinari seluruh dunia. Maka tidaklah heran jika rumah ini jelas jejaknya, bagus hartanya, dan penuh barakah tempatnya. Diantara bukti yang mengisyaratkan barakahnya, seorang Khodijah dan rumahnya, bahwa dia beserta putri-putrinya adalah orang-orang yang pertama kali beriman kepada Rsululllah SAW. Bahkan orang-orang yang berada di bawah atap rumahnya termasuk dalam barisan orang-orang yang pertama masuk Islam. Kita semua tahu Ali bin abi Tholib dan Zaid bin Haristah termasuk orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam, yang keduanya dibawah asuhan beliau di rumah yang suci.
Mereka itulah orang-orang yang lebih dahulu beriman kepada Allah Ta’ala yang membenarkan risalah Nabi SAW. Hal ini benar-benar merupakan bukti kejernihan fitrah mereka, berkat pengasuhan yang mereka peroleh dari Rasulullah SAW dan Ummul-Mu’minin Khodijah r.a. Rumah Khodijah memiliki peranan yang sangat besar sekali, kelebihan dan keberkahan. Al-Muhib Athabary menyebutkan bahwa rumah Khodijah merupakan tempat yang paling baik di Makkah setelah Masjidil Haram. Hal itu tidak mengherankan.
Wanita Suci Ahli Ibadah
Dikatakan dalam sebuah syair,
"Jika hidayah sudah merasuk ke dalam hati
Anggota badan pun melakukan ibadah tiada henti"
Ummul-Mu’minin Khodijah biasa mendirikan shalat bersama Rasulullah SAW, yaitu dua raka’at pada pagi dan dua raka’at pada malam hari, tepatnya sebelum turun kewajiban shalat lima waktu pada malam Isra’.
Al-Imran Ibnu Ashaw menurunkan, aku diberitahu sebagian ulama bahwa ketika shalat diwajibkan kepada Rasulullah SAW, Jibril mendatangi beliau ketika beliau berada di dataran tinggi Makkah. Lalu Jibril mengetuk tanah di lembah di belakang beliau, lalu memancarkan mata air yang mengalir deras. Jibril wudhu’ dari air itu dan diikuti Rasulullah SAW. Kemudian Jibril shalat dua rakaat dan empat sujud. Ketika beliau kembali ke rumah, Allah memasukkan rasa senang di dalam hati sehingga beliau menjadi tenang, karena beliau menerima sesuatu yang beliau sukai dari Allah. Setiba di rumah beliau memegang tangan Khodijah, lalu mengusapkannya hingga kebagian mata. Beliau wudhu’ seperti wudhu’ yang dilakukan Jibril, kemudian shalat dengan dua ruku’ dan empat sujud bersama Khodijah. Maka semenjak saat itu Rasulullah SAW selalu shalat bersama Khodijah secara sembunyi-sembunyi.
Shalat dengan cara seperti itu merupakan sesuatu yang asing pada saat itu di tengah masyarakat Makkah maupun yang lainnya, karena mereka belum pernah mendapatkan hal seperti itu. Dalam penuturan Afif Al-Kindy, saudara Al-Asy’ats bin Qais kepada ibu dan pamannya, ada isyarat yang menunjukkan hal itu, dia berkata, “Abbas bin Abdul-Muthalib adalah temanku. Dia biasa pergi ke Yaman untuk membeli minyak wangi lalu menjualnya lagi di Makkah pada musim haji. Ketika aku dan Al-Abbas berada di Mina, dia didatangi seorang laki-laki yang sudah dewasa, lalu wudhu’ dan mengguyurkan air wudhu’ hingga merata, lalu berdiri untuk shalat. Tak lama kemudian keluar seorang wanita yang juga wudhu’ dan shalat. Kemudian muncul seorang anak laki-laki pada masa puber, yang mengambil wudhu’ dan berdiri di samping orang itu untuk shalat.
“Celaka engkau wahai Al-Abbas. Agama macam apa ini?” tanyaku kepada Al-Abbas.
“Ini adalah agama Muhammad bin Abdullah, anak saudaraku, yang menyatakan bahwa Allah mengutusnya sebagai rasul, dan ini adalah anak saudaraku, Ali bin Abu Thalib yang mengikuti agamanya, dan wanita itu adalah istrinya, Khodijah yang juga mengikuti agamanya”, jawab Al-Abbas.
Setelah Afif masuk islam dan ia mantap dengan keislamannya, dia berkata, “Sekiranya saja aku menjadi orang keempat yang masuk Islam”.
Wanita Suci yang Sabar
Khodijah menjadi teladan yang mengagumkan dalam kesabaran bagi kehidupan para wanita dan mendapatkan kesuksesan dalam langkah-langkah awal selama menyertai perjalanan risalah nubuwah.
Khodijah adalah orang yang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, membenarkan apa yang beliau sampaikan, sehingga dengan begitu Allah meringankan beban dari Rasulullah SAW. Beliau tidak mendengar sesuatu yang tidak disukai, berupa penolakan terhadap beliau atau kedustaan, lalu hal itu membuat beliau bersedih, melainkan Allah memberikan jalan keluar lewat Khodijah. Jika kembali kepadanya, maka dia meneguhkan hati dan meringankan beban beliau. Dia membenarkan beliau dan menyuruh agar beliau mengabaikan urusan manusia.
Khodijah selalu membantu dan mendukung beliau dalam menghadapi pelecehan yang melanda. Dia akan berbuat apa yang dapat diperbuatnya untuk meringankan beban- beban Rasulullah SAW. Tapi kaum Quraisy bersikap keterlaluan dalam mensikapi dakwah beliau. Akhirnya mereka memutuskan untuk menerapkan boikot secara total terhadap Bani Hasyim selama tiga tahun. Khodijah juga termasuk dalam pemboikotan suku ini bersama Rasulullah SAW.
Krisis semakin menjadi-jadi. Keadaan semakin bertambah tegang dan panas. Bahkan yang terjadi hanyalah pelanggaran dan kedzaliman perbudakan terhadap orang-orang yang lemah dan tak berdaya yang dilakukan oleh para pemuka kaum Quraisy. Hati mereka telah diisi kerusakan dan penyembahan berhala. Namun orang Muslim tetap sabar dengan kesabaran orang-orang mulia. Kesabaran mereka tampak dalam keteguhan hati dan kelurusan mereka.
Ibu kita Khodijah senantiasa berada di belakang beliau, memberikan pembelaan terhadap beliau, bergabung dalam memikul penderitaan karena sikap kaumnya dengan jiwa ridha dan sabar, hingga akhirnya pemboikotan yang dzalim dan pahit ini.
Pada akhirnya pengepungan itupun berakhir. Khodijah keluar dari pengepungan tersebut sebagai pihak pemenang karena kesabarannya mengikuti jejak Rasulullah SAW, dalam kesetiaannya dan kesabarannya.
“Pahala bagi mereka surga Khuldi karena kasabaran
Yang demikian itu adalah sebaik-baik balasan”
Selamat Tinggal Wanita Suci
Tak seberapa lama setelah keluar dari pemboikotan, Khodijah memenuhi seruan Rabb-nya dengan mendapatkan kabar gembira bahwa dia akan mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah, mendapatkan kenikmatan yang kekal di sisi-Nya.
Khodijah meninggal dunia dalam usia enam puluh lima tahun, tiga tahun sebelum hijrah di Makkah. Ketika kematian menghampirinya, Nabi SAW mendekatinya dan bersabda, “Engkau tidak menyukai apa yang kulihat pada dirimu, padahal Allah menjadikan kebaikan pada apa yang tidak disukai ini”.
Ketika jasadnya dikuburkan, Rasulullah SAW masuk ke dalam liang kuburnya, lalu beliau memasukkannya ke dalam liang kubur dengan tangan mulia beliau sendiri.
Rasulullah SAW merasakan kehilangan atas kematian Khodijah. Kematiannya meningggalkan pengaruh yang sangat mendalam dalam diri beliau, karena Khodijah adalah seorang istri yang setia. Bersamanya beliau mendapatkan ketenangan jiwa dan ketentraman hati, sebagaimana kematian paman beliau sebelum itu. Sampai-sampai Nabi SAW menyebut tahun itu dengan nama Amul-Huzni (tahun kesedihan), disamping adanya kesulitan beliau hadapai di jalan dakwah.
Wanita Suci Ibu Keluarga
Kematian Khodijah r.a. meninggalkan kekosongan yang besar dalam kehidupan Rasulullah SAW. Beliau merasakan tekanan perasaan yag kuat dan kesedihan yang mendalam kerena kematianya. Pengaruhnya betul-betul tampak pada diri beliau, sampai-sampai menimbulkan kehawatiran atas keadaan beliau. Kematiannya itu membuat rumah beliau sepi dan kosong, tidak ada pendamping yang senantiasa menyertai beliau.
Karena itulah Khaulah bintu Hakim berkata, “Wahai Rasulullah, sepertinya aku melihat engkau telah dirundung kesedihan dan kebutuhan karena kematian Khodijah”.
Beliau menjawab, “Benar begitu, karena memang dia merupakan ibu keluarga dan nyonya rumah”.
Dikatakan dalam sebuah syair,
"Sekiranya wanita seperti orang yang membuat kami kehilangan
Tentulah banyak yang mampu mengungguli kaum laki-laki".
Pujian terhadap Wanita Suci
“Yang sempurna dari kaum laki-laki banyak jumlahnya, namun tidak ada yang sempurna dari kaum wanita kecuali tiga orang, yaitu Maryam bintu Imran, Asiah istri Fir’aun dan Khodijah bintu Khuwailid. Adapun kelebihan Aisyah atas para wanita seperti kelebihan Tsarid atas semua jenis makanan”.
Diantara titik kesamaan yang lembut dan menyatukan tiga wanita ini dalam satu ungkapan karena masing-masing diantara mereka mengasuh seorang nabi, mendampinginya dengan baik dan beriman kepadanya. Asiah mengasuh Musa dan berlaku baik pada beliau, serta membenarkan beliau diutus sebagai rasul. Sedangkan Maryam mengasuh Isa dan mendampingi beliau, serta membenarkan ketika beliau diutus sebagai rasul. Sedangkan Khodijah medampingi dan mencintai Nabi SAW, mendukung beliau dengan diri dan hartanya, serta memperlakukan beliau dengan baik. Dia juga yang pertama kali membenarkan beliau ketika turun wahyu kepada beliau.
Rasulullah SAW bersabda, “Aku diberi anugerah untuk mencintainya”. Dan beliau juga pernah memuji Khodijah dengan sabda, “Sebaik-baik wanita di langit dan di bumi ialah Maryam putri Imran dan sebaik-baik wanita di langit dan di bumi ialah Khodijah”. (Bukhary, Muslim dan Tirmidzy)
Diantara kehormatan Khodijah dimata Rasulullah SAW adalah:
- Rasulullah SAW belum pernah menikah dengan wanita manapun sebelum menikah dengan Khodijah.
- Semua Anak Rasulullah SAW berasal dari Khodijah kecuali Ibrahim yang berasal dari Mariah.
- Rasulullah SAW tidak menikah dengan wanita lain kecuali setelah Khodijah meninggal dunia.
Adapun bukti yang mengagumkan tentang pemenuhan yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap Khodijah, ialah saat Perang Badar Kubra, ketika Abdul-Ash bin Ar-Rabi’, keluarga besan Rasulullah SAW dan sekaligus suami Putri beliau, Zaenab, ditawan pasukan Muslimin (kejadian setelah Khodijah meninggal dunia). Maka Zaenab mengirim tebusan untuk membebaskan suaminya, Abbul-Ash. Tebusan itu berupa kalung pemberian ibunya, Khodijah saat pernikahan Zaenab. Ketika Rasulullah SAW melihat kalung itu maka hati beliau tersentak kaget dan merasa terenyuh. Beliau langsung teringat sang istri yang setia, Khodijah.
“Jika kalian setuju untuk membebaskan tawanan kepada Zaenab dan juga mengembalikan kalungnya, maka lakukanlah,” sabda beliau kepada para sahabat.
Dan tak seorangpun di antara para sahabat melainkan mereka berburu-buru memenuhi permintaan Rasulullah SAW itu, yang dibangkitkan kenangan indah terhadap Khodijah wanita suci. Demi Allah, ibu kita ini memang layak memperoleh hak di hati setiap muslim dan muslimat.
Keistimewaan Wanita Suci Khodijah
- Khodijah adalah makhluk Allah yang pertama kali masuk Islam berdasarkan kesepakatan orang-orang muslim, tak seorangpun yang mendahuluinya, baik laki-laki maupun perempuan.
- Khodijah adalah orang yang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
- Khodijah sebagai tempat mengadu Rasulullah ketika menerima wahyu.
- Khodijah adalah orang yang pertama kali menikah dengan Rasulullah SAW.
- Orang yang pertama shalat bersama Rasulullah SAW.
- Wanita pertama yang memberikan anak kepada Rasulullah SAW.
- Istri Pertama yang diberi kabar gembira sebagai penghuni surga.
- Orang pertama yang diberi salam oleh Rabb-nya.
- Wanita pertama yang membenarkan Rasulullah SAW.
- Istri Rasulullah SAW yang pertama kali meningggal dunia.
- Kuburnya adalah kuburan pertama yang dimasuki Rasulullah SAW ketika dia dikubur di Makkah.
2 komentar:
Wow that was unusual. I just wrote an extremely long comment but after I clicked submit my comment didn't show up. Grrrr... well I'm not writing all that over again. Anyway, just wanted to say fantastic blog!
bench jacken damen softshell
Awesome write, nice web page style, continue the great work
Leave a Reply